Kabupaten Subang,
sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Subang.
Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Indramayu di
timur, Kabupaten Sumedang di
tenggara, Kabupaten Bandung di selatan, serta Kabupaten Purwakarta dan
Kabupaten Karawang di barat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007, Wilayah
Kabupaten Subang terbagi menjadi 30 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi 245
desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Subang.
Kabupaten ini dilintasi jalur pantura, namun ibu kota Kabupaten Subang tidak terletak
di jalur ini. Jalur pantura di Kabupaten Subang merupakan salah satu yang
paling sibuk di Pulau Jawa. Kota kecamatan yang berada di jalur ini diantaranya
Ciasem dan Pamanukan. Selain dilintasi jalur Pantura, Kabupaten Subang
dilintasi pula jalur jalan Alternatif Sadang Cikamurang, yang mlintas di tengah
wilayah Kabupaten Subang dan menghubungkan Sadang, Kabupaten Purwakarta dengan
Tomo, Kabupaten Sumedang, jalur
ini sangat ramai terutama pada musim libur seperti lebaran. Kabupaten Subang
yang berbatasan langsung dengan kabupaten Bandung disebelah selatan memiliki
akses langsung yang sekaligus menghubungkan jalur pantura dengan kota Bandung.
Jalur ini cukup nyaman dilalui dengan panorama alam yang amat indah berupa
hamparan kebun teh yang udaranya sejuk dan melintasai kawasan pariwisata Air
panas Ciater dan Gunung Tangkuban Parahu
Penduduk Subang pada umumnya adalah Suku Sunda, yang menggunakan Bahasa Sunda
sebagai bahasa sehari-hari. Namun demikian sebagian kawasan di pesisir
penduduknya menggunakan Bahasa Jawa Dialek Cirebon (Dermayon).
Masa Prasejarah
Bukti
adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang
adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden,
Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak
neolitikum ini menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang
sekarang sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan
pola sangat sederhana. Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang
pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung
Engkel, Kecamatan Sagalaherang. Para peneliti, sekarang sedang meneliti situs
Nyai Subanglarang, yang diduga asal-muasal nama "Subang".
Masa Penyebaran Agama Hindu
Pada saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah Kabupaten Subang
menjadi bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara, Galuh, dan Pajajaran. Selama
berkuasanya 3 kerajaan tersebut, dari wilayah Kabupaten Subang
diperkirakan sudah ada kontak-kontek dengan beberapa kerajaan maritim hingga di
luar kawasan Nusantara. Peninggalan berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di
Patenggeng (Kalijati) membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15
sudah terjalin kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain
menyebutkan bahwa pada masa tersebut, wilayah Subang berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang
mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri
pantai utara Jawa, kawasan sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah
kerajaan Sunda.
Masa Penyebaran Agama Islam
Masa datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak terlepas dari
peran seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga,
Majalengka. Sekitar tahun 1530, Wangsa Goparana membuka permukiman baru di
Sagalaherang dan menyebarkan Agama Islam ke berbagai pelosok Subang.
Masa Penjajahan Belanda
Pasca runtuhnya
kerajaan Pajajaran, wilayah Subang seperti halnya wilayah lain di P. Jawa,
menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram,
Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh
di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk
menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah Kabupaten Subang,
terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan Sultan Agung
yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa
dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram
dan menetap di wilayah Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem
tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan
Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang
diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan
lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan
Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini
bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan
Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha.
dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah
Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu,
wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch
bestuur) yang berkedudukan di Subang.
Masa Nasionalisme
Tidak banyak catatan sejarah pergerakan pada awal abad ke-20 di Kabupaten
Subang. Namun demikian, Setelah Kongres Sarekat Islam di bandung tahun 1916
di Subang berdiri cabang organisasi Sarekat Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran)
dan di Sukamandi (Ciasem). Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban
Pasundan yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya
Odeng Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra
dan rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang
mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat.
Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands.
Selanjutnya Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional
Indonesia yang berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935
mendirikan cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan
Partindo di Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut
Indonesia berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang
Subang untuk mengenukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat.
Masa Pendudukan Jepang
Pendaratan tentara angkatan laut Jepang di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret
1942 berlanjut dengan direbutnya pangkalan udara Kalijati. Direbutnya pangkalan
ini menjadi catatan tersendiri bagi sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena
tak lama kemudian terjadi kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara
Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di
Nusantara serta merta jatuh ke tangan tentara pendudukan Jepang. Para pejuang
pada masa pendudukan Belanda melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah
tanah. Pada masa pendudukan Jepang ini Sukandi (guru Landschbouw), R.
Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan dibunuh tentara Jepang.
Masa Kemerdekaan Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas pada didirikannya berbagai badan
perjuangan di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo,
Lasykar Uruh, dan lain-lain, banyak di antara anggota badan perjuangan ini yang
kemudian menjadi anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para
pejuang di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan
(Lembang) dan front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan
Jakarta berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas
pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian menjadi
Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember 1946
diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya. Tak
lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya
selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang,
sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen
bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947
Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang
meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke
wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April
1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat
memutuskan : 1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang
berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi
Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma. 3.Wilayah
Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya
Syafei. Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang
dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama
Kabupaten Purwakarta dengan ibu kotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten
Karawang Timur pada tanggal 5 April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten
Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No.:
01/SK/DPRD/1977.
geografi
Wilayah Kabupaten Subang terbagi menjadi 3 bagian wilayah, yakni wilayah
selatan, wilayah tengah dan wilayah utara. Bagian selatan wilayah Kabupaten
Subang terdiri atas dataran tinggi/pegunungan, bagian tengah wilayah Kabupaten
Subang berupa dataran, sedangkan bagian Utara merupakan dataran rendah yang
mengarah langsung ke Laut Jawa. Sebagian besar wilayah Pada bagian selatan
kabupaten Subang berupa Perkebunan, baik perkebunan Negara maupun perkebunan
rakyat, hutan dan lokasi Pariwisata. Pada bagian tengah wilayah kabupaten
Subang berkembang perkebunan karet, tebu dan buah-buahan dibidang pertanian dan
pabrik-pabrik dibidang Industri, selain perumahan dan pusat pemerintahan serta
instalasi militer. Kemudian pada bagian utara wilayah Kabupaten Subang
berupa sawah berpengairan teknis dan tambak serta pantai.
Pariwisata
Kawah Gunung Tangkuban Perahu, Subang-
Bandung, Jawa Barat
Di antara rimbunnya perkebunan Teh, diwilayah Selatan, Kabupaten Subang memiliki sumber mata air panas yang terus mengalir di daerah Ciater. Sari Ater merupakan tujuan wisata yang sangat terkenal karena ke-khasan-nya dan ramai pada saat liburan terutama pada saat liburan Hari Raya Lebaran. Sari Ater selain menyediakan kolam pemandian air panas juga memiliki penginapan - penginapan yang dikenal dengan Saung Kabayan sehingga sangat cocok bagi sebuah keluarga yang ingin berlibur. Kemudian juga terdapat klinik kebugaran (Spa) air panas yang letaknya berdekatan dengan obyek wisata Sari Ater. Selain itu Kabupaten Subang memiliki tujuan wisata alam air terjun yang memiliki pemandangan yang cukup indah dimana hingga saat ini belum dikelola secara serius yaitu Curug Cijalu] yang terletak di daerah Sagalaherang dan Curug Cileat yang berada di Kecamatan Cisalak.sebelumnya juga ada Gunung berapi Tangkuban Perahu (su: Tangkuban Parahu) yang memiliki keindahan kawahnya dan udaranya yang sejuk. di bagian subang tengah sampai ke barat ada pantai pondok bali yang setiap tahunnya di gelar festival ruatan laut, di daerah ciasem juga ada pantai kalapa-kalapa tapi tidak begitu ramai pengunjung karena pengetahuan masyarakat yang kurang. dan di daerah blanakan ada tempat penangkaran buaya, di sana kita bisa melihat buaya dari yang masih bayi sampai ke buaya yg tertua.
Objek Wisata
Berikut beberapa Objek Wisata terkenal di Kabupaten Subang :
Wilayah Subang Selatan
Capolaga Adventure Camp
Ciater Highland Resort
Curug Agung/ Batu Kapur
Curug Bentang dan Desa Wangun Harja
Curug Cibareuhbeuy
Curug Cijalu
Curug Cileat
Desa Wisata Sari Bunihayu
Kampoeng Jatimas
Pemancingan Lembah Gunung Kujang
Sariater Spa Spring Resort
Gunung Tangkuban Parahu
Wilayah Subang Tengah
Kolam Renang Ciheuleut
Planet Waterboom
Wilayah Subang Utara
Penangkaran Buaya Blanakan
Pantai Kalapa Patimban
Pantai Pondok Bali
Wisata Sejarah, Budaya dan Keagamaan
Gedung Wisma Karya, Subang
Gedung ini terletak di Jl. Ade Irma Suryani, Subang. Gedung ini dibangun ketika Masa Penjajahan Belanda. Gedung ini digunakan untuk Berdansa dan berpesta ketika jaman itu. Namun sekarang gedung tersebut digunakan untuk public space dan aktivitas masyarakat Kota Subang. Di Gedung ini juga terdapat Museum Sejarah Kabupaten Subang, salah satunya patung tuan tanah, Willem Hofland.
Museum Daerah Wisma Karya
Masjid Agung Kota Subang
Gedung Gede / Big House
Rumah Sejarah Perjanjian Kalijati
Makam Nyai Subanglarang
Wisata Kuliner
Oncom Dawuan
Krupuk Miskin Purwadadi
Nanas Simadu Jalan cagak
Ubi Cilembu
R.M. Mang Yeye
Keripik Pisang 69
Kesenian
Subang
memiliki beberapa Kesenian yang tidak dimiliki oleh kabupaten/kota lain.
Kesenian-kesenian tersebut berkembang di masyarakat Subang sejak Masa
Penjajahan dulu.
Berikut Kesenian dan Kebudayaan asli Kabupaten Subang :
Gotong Singa / Sisingaan
Gembyung
Mapag Dewi Sri
Nadran
Ruwatan Bumi
Toleat
Arti Lambang
Gambar
Perisai Bersudut Lima
Menggambarkan makna keselamatan negara, bangsa, masyarakat, dan agama.
Pohon Beringin Bergelombang 17 Dengan Akar Tunjang Delapan
Menggambarkan aspek sejarah Kabupaten Subang (Kutawaringin); kesatuan bangsa yang berjiwa Pancasila dan semangat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; pemerintahan sebagai pelindung rakyat; dan pelaksanaan pembangunan daerah bidang material maupun spiritual.
Benteng Berkepala Lima Serta Benteng Bagian Bawah Berbata Empat dan Lima di Bawah Pohon Beringin
Menggambarkan Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berkaitan pula dengan makna pembangunan material dan spiritual.
Bintang Kuning Bersudut Lima
Menggambarkan karakteristik masyarakat Kabupaten Subang yang selalu bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan mengangungkan agama.
Teks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar